Pilarnu.com - Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai momentum untuk merenungi kembali hakikat pendidikan yang dicita-citakan oleh Ki Hadjar Dewantara. Dalam semangat Tut Wuri Handayani, pendidikan tidak sekadar soal ruang kelas, kurikulum, atau teknologi pembelajaran, tetapi juga tentang substansi yang membentuk peradaban—dan salah satu pilar pentingnya adalah buku.
Buku bukan hanya kumpulan kertas bertinta. Ia adalah jendela dunia, lentera ilmu, dan jejak peradaban. Dalam lembar demi lembarnya, tersimpan gagasan, nilai, pengetahuan, dan mimpi manusia dari masa ke masa. Di tengah arus digital yang begitu deras, kehadiran buku tetap menjadi pondasi utama bagi pendidikan nasional yang berkarakter, berdaya saing, dan berkepribadian.
Buku sebagai Penopang Literasi Kritis
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang membebaskan. Dalam filosofi Ki Hadjar, pembebasan manusia dari kebodohan dan penindasan menjadi tujuan utama. Buku memegang peran penting dalam proses itu. Ia menghidupkan literasi kritis, menyulut imajinasi, dan membentuk daya nalar. Tanpa budaya membaca yang kuat, pendidikan akan rapuh, sekadar hafalan tanpa pemahaman, rutinitas tanpa makna.
Buku dan Ketimpangan Akses
Namun, di balik urgensinya, buku belum menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Di daerah tertinggal, akses terhadap buku masih minim. Perpustakaan belum merata, toko buku langka, dan harga buku kadang tak terjangkau. Ini adalah PR besar bangsa. Pemerataan akses buku adalah langkah krusial agar pendidikan tak menjadi milik eksklusif kelompok tertentu.
Peran Guru, Sekolah, dan Pemerintah
Guru dan lembaga pendidikan memiliki peran sentral dalam menumbuhkan cinta buku. Pembelajaran berbasis buku bukan berarti terpaku pada teks, melainkan membangkitkan semangat eksplorasi, diskusi, dan kreativitas. Pemerintah juga memiliki kewajiban strategis dalam mengupayakan ketersediaan dan keberagaman buku bermutu—baik fisik maupun digital—agar menjadi sumber belajar yang hidup dan kontekstual.
Mendorong Ekosistem Literasi Nasional
Buku juga perlu didukung oleh ekosistem yang sehat: penulis yang produktif, penerbit yang berkualitas, distribusi yang merata, dan masyarakat yang menghargai karya literasi. Hari Pendidikan Nasional semestinya menjadi ajakan bersama: bahwa mencintai buku adalah mencintai masa depan bangsa.
Penutup: Membaca untuk Merdeka Belajar
Merdeka belajar tak mungkin terwujud tanpa merdeka membaca. Buku adalah kunci pembuka pintu kemerdekaan itu. Maka, mari jadikan buku sahabat sejati dalam proses pendidikan kita. Karena di dalamnya, tertanam benih-benih perubahan yang akan mengantarkan Indonesia menuju bangsa yang cerdas, bermartabat, dan berperadaban.
0 comments:
Post a Comment